Kegiatan BHS


BHS Siap Fasilitasi Budidaya Cacing Di Sidoarjo Mampu Layani Kebutuhan Pasar Luar Negeri

Terbit, 18 Agu 2020 oleh : Admin


Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono mendorong budidaya Cacing Lumbricus yang ada di Desa Watugolong, Kecamatan Krian, Sidoarjo mampu menembus permintaan pasar luar negeri. Ini menyusul, cacing yang bisa dimanfaatkan untuk obat dan kesehatan serta untuk kecantikan (kosmetik) itu sangat dibutuhkan sebanyak 4 negara. Keempat negara itu, diantaranya Arab Saudi, Jepang, Korea dan Cina.

"Hasil budidaya cacing ini tidak hanya dibutuhkan pasar dalam negeri saja. Akan tetapi, permintaan dan kebutuhan stok yang kurang juga dibutuhkan keempat negara diluar negeri itu. Kalau informasi itu benar, maka harus segera kita berdayakan budidaya cacing ini dalam jumlah besar didukung permodalan. Sehingga bisa mengakomodir kebutuhan pasar luar negeri di empat negara itu. Biar segera bisa ekspor," ujar BHS kepada republikjatim.com, Selasa (18/08/2020) usai dialog dengan pembudidaya cacing Desa Watugolong, Kecamatan Krian, Sidoarjo.

BHS yang juga mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini juga mengapresiasi budidaya cacing itu. Apalagi, tergolong yang pertama di Sidoarjo. Sedangkan cacing hasil budidaya ini memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan. Diantaranya, untuk obat sakit perut, tipus, diare, tumor dan kanker. Bahkan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pengobatan Covid-19. Termasuk juga bisa dikembangkan untuk bermacam-macam bahan dasar lainnya terutama untuk bahan kebutuhan kecantikan (kosmetik).

"Kesulitannya soal pakan (cacing) ampas tahu itu. Padahal ampas tahu di Sidoarjo masih banyak. Namun karena banyak digunakan pakan ternak harganya akhirnya cukup mahal yakni Rp 20.000 per sak. Karenanya, saya ingin pengusaha tahu dikoneksikan dengan pembudidaya cacing agar ampas tahu bisa diprioritaskan untuk budidaya cacing demi kepentingan pengobatan dan kosmetik itu. Nanti akan saya bantu saat saya diamanahi sebagai Bupati Sidoarjo. Masalah harga ampas akan didorong lebih murah dari harga sekarang," imbuhnya.

Tidak hanya itu, BHS yang juga alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini juga bakal membantu soal pemasarannya. Selama ini pembudidaya cacing menjual hasil panennya seharga Rp 30.000 per kilogram melalui pihak kedua dan ketiga untuk masuk ke dalam pabrik kosmetik. Padahal, di Sidoarjo ada sekitar 14 perusahaan kosmetik. Seharusnya belasan perusahaan kosmetik ini tidak perlu mengambil ke wilayah Magetan dan Solo, tapi cukup mengambil di Desa Watugolong itu.

"Nanti bisa kami koneksikan dengan perusahaan-perusahaan kosmetik itu. Termasuk memasok cacing ke perusahaan jamu akan kami koneksikan langsung dengan pemilik perusahaan jamunya. Agar penjualan cacing tidak melalui pihak kedua dan ketiga sekaligus agar harga cacing bisa lebih mahal saat masuk perusahaan secara langsung," tegasnya.

Selain itu, BHS juga siap membantu warga Sidoarjo lainnya yang berminat untuk budidaya cacing agar belajar ke budidaya cacing di Desa Watugolong. Terutama kalangan pelajar setingkat SMA dan SMK. Hal ini agar bisa memberikan edukasi ke masyarakat jika budidaya cacing sangat potensial dengan hasil laba bisa mencapai di atas 30 persen.

"Kalau semua mau belajar maka akan bisa menumbuhkan inspirasi bagi warga lain. Karena di Sidoarjo lahan masih sangat luas baik produktif maupun tidak produktif. Itu bisa dimanfaatkan untuk budidaya cacing. Tapi tetap harus mengatur keseimbangan suplai dan permintaan agar harga cacing tidak menurun saat semakin banyak yang ikut budidaya cacing. Yang merintis harus dapat prioritas lebih," jelasnya.

Begitu juga soal permodalan. BHS bakak mendorong sejumlah bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) mau membiayai pembudidaya cacing.

"Kami yakin bank mau meminjami KUR karena keuntungan dan perputaran keuangan dan modalnya sangat baik," paparnya.

Sementara salah seorang pemilik budidaya cacing, Muhammad Yudha Ari Pratama menegaskan jika usahanya itu dibangun dengan modal sekitar Rp 100 juta. Akan tetapi, pihaknya dalam panen bisa menjual cacing seharga Rp 30.000 per kilogram. Dalam satu petak lahan mampu menghasilkan 1 ton atau sekitar Rp 3 juta.

"Pasarnya ke pabrik kosmetik dan jamu (obat-obatan). Kami pun siap menjual paket bibit dan mediannya. Untuk bibit satu paket Rp 6 juta dan satu paket bibit beserta mediannya Rp 9 juta. Tapi, pembelian bibit dan media itu hanya sekali saja. Usai 2 sampai 3 bulan bisa panen terus menerus setiap bulan. Karena menanamnya sekali saja," tandas Yudha yang juga Alumni Politeknik Negeri Malang ini.

 

#berita sidoarjo #calon bupati sidoarjo #pilbup sidoarjo 2020 #pilkada jatim 2020 
#pilkada sidoarjo #pilkada sidoarjo 2020 #sidoarjo #bhs #bambang haryo #calon bupati sidoarjo
#calon bupati sidoarjo 2020 #BHS-Taufiq #golkar #pks #ppp #demokrat #gerindra

 

SUMBER //republikjatim.com/baca/bhs-siap-fasilitasi-budidaya-cacing-di-sidoarjo-mampu-layani-kebutuhan-pasar-luar-negeri